Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat
pengumpul data yang sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data
tersebut. Yaitu
1. Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data
dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian.
Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh
kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe
– tipe pengamatan yaitu, pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan
tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman)
Untuk mencapai tujuan pengamatan,
diperlukan adanya pedoman pengamatan.
Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan
terpengaruh oleh pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif
biasanya disebut dengan hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk
menghindari pengaruh ini digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar
belakang keilmuan yang serupa.
Prosedur Observasi
a.
Beberapa Pendekatan
Sebagaimana telah diisyaratkan
sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang sangat teknis maka paparan yang
lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK dibahas secara tersendiri
dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar dibahas berbagai sudut
pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan prosedur observasi yang
akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan langkah – langkah
observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.
Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan
observasi berikut dapat berfungsi lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi
yang paling sesuai untuk keperluan yang sedang dihadapi.
1)
Interpretasi
Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang
bersifat sepenuhnya mekanistik tanpa
interpretasi
Sehingga dinamakan low
– inference observation seperi
dikembangkan oleh Flanders (1970). Rekaman
data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah (tallies) untuk masing – masing kategori
amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari (i)teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada kemanfaatannya, khususnya
untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis (discourses)
dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian lain
yang tidaka kan
tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang berkenaan dengan
mutu keputusan dan/atau tindakan
profesionala guru dalam pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk
keperluan yang terakhir ini, diperlukan high-inference
observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan penafsiran teknis
secara langsung dan cepat (instaneous interpretation) dalam
perekaman data hasil observasi.
Dengan
kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan
dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas –
asas pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa
apa yang dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh guru dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam
mengobservasi sesuatu episode pembelajaran.
2)
Fokus
Dari segi titik tujuan observasi
dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-priori menetapkan titik
tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang implementasi
pendekatan pembelajaran siswa aktif
sebagaimana telah dikemukakan dalam butir sebelumnya. Di pihak lain
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada
pula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik
tujuan tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran
atu kadar tuntutan intelektual pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (Low cognitive Level vs high cognitive Level).
Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud perhatian pengamat
terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di pihak
lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup
mata dan telinga dari kejadian –
kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki makna dan/atau implikasi
penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah digelar.
Pada sisi lain, memang ada saatnya
diperlukan observasi yang bersifat terbuka (open
– ended). Tindakan perbaikan yang memasang
prakarsa dan kreativitas siswa (atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn
mempersyaratkan observasi yang lebih bersifat terbuka itu. Sebaliknya,
penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan gagal menjaring indicator
–indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas siswa (atau guru)
yang dimaksud.
3)
Pelaksana
Sebagaimana telah dikemukakakn, pada
dasarnya dalam konteks PTK guru yang
merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama
kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada
gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan
dampak positif yang berkelanjutan.
Meskipun memang dapat juga merupakan
permasalahan yang dapat muncul dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang
menyediakan diri untuk berfungsi sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan
dan obyektivitas merupakan titik –titik rawan apabila observasi juga harus
dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.
Salah satu format yang merupakan modifikassi catatan lapangan. (field notes) yang dapat dimanfaatkan
oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat
dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada dasarnya,
jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i)
identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam
sesuatu periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam
konteks di mana ia teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud
dalam butir ii dan iii dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah
digetar.
Dengan dokumentasi rekaman yang
sistematis mulai dari konteks fakta, makna beserta implikasinya dalam sesuatu
kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi akan terfasilitasi secara
efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang baiak cakupan
maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.
4)
Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi
dilakukan untuk mengumpulkan data yang
sahib dan handal (valid dan reliable)yang
dapat digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian,
termasuk yang dikemas dalam bentuk
hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama
untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat
menata langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan
dalam konteks observasi kesejawatan (peer
observation, peer supervision) yang telah dikemukakan sebelumnya. Akhirnya,
yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam konteks PTK adalah
observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada pengungkapan kekurangan
dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor tindakan perbaikan.
Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya terfokus pada
kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi PTK. Sebab
informasi balikan yang dihasilkannya
akan dihadapai dengan sikap bermusuhan dan ketertutupan.
5)
Alat bantu rekam
Dari segi alat bantu rekam yang
digunakan ragam prosedur observasi dapat direntang dari yang nyaris tidak
menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas kosong, sampai dengan yang
menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera video yang dapat merekam
peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat
bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan untuk keperluan –
keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata dalam bentuk
kelengkapan rekaman.
Namun disamping berbagai keuntungan
yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu
dipertimbangkan dari segi kelaikannya (feasibility).
Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih
itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang
ulang (replay) diperlukan persiapan
dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk menggelarnya. Belum lagi apabila
juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam
penggunaannya.
6)
Sasaran Observasi
Dalam PTK, observasi dipusatkan baik
kepada proses maupun hasil (interim)
tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana
telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan
secara rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga
dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi
selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam
tindakan pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung
diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah
direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan
interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka
pelaksanaan retleksi.
b.
Pilihan Prosedur Observasi
Dengan menggunakan kombinasi dari
berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode
observasi yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur
dan observasi sistematik. Namun segera perlu ditambahkan bahwa derajat kebaikan
dari metode – metode observasi tersebut dalam konteks PTK, terlebih – lebih
apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana PTK, tentu saja berbeda
– beda. Oleh karena itu, para pelaksana
PTK perlu secara jeli dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu,
para pelaksana PTK perlu secara jeli dan kreatif memodifikasi metode – metode
observasi yang dimaksud sehingga sejauh mungkin memenuhi harapan baiak dari
segi mutu data yang dapat dihasilkannya, maupun dari segi kelaikan
implementasinya.
1)
Observasi Terbuka
Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi
terbuka dapat secara harfiah dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga
pengamat harus berimprovisaas dalam merekam “tonggak – tonggak penting” dalam
pengggelaran proses pembelajaran dalam rangka implementasi tindakan
perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat merekonstruksi proses
implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan. Varian
yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah dengan
penggunaan kategori – kategori besar (broad
categories) sasaran amatan yang secara komprehensif mencakup berbagai
tindakan pembelajaran.
2)
Observasi terfokus
Observasi terfokus adalah observasi
yang secara cukup spesifik diarahkan kepada sesuatu aspek tindakan guru atau
siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh kemungkinan fokusa amatan
adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang dalam sesuatu episode
pembelajaran.
3)
Observasi terstruktur
Observasi Terstruktur adalah ditandai
dengan perekaman data yang relative sederhana, berhubung dengan telah
tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai contoh dapat dikemukakan
teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu episode pembelajaran, seperti
(i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa, (ii) jenis respons
siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii) respon guru
terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan kepada
siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal
membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala
yang diamati terpetakan secara rapi
4)
Observasi Sistematik
Dalam observasi sistematik
pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis amatan distrukturkan secara lebih
rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik yang telah diketahui
secara meluaas adalah format FIAC (Flanders ’
Interaction Analysys Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu
(i) teacher talk (ii) pupil
talk, dan (iii) silence
c.
Langkah – langkah Observasi
Dalam hala pelaksanaan PTK dilakukan
secara kolaboratif, maka pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan
perencanaan, (ii) Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan.
Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi
interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.
1)
Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi
perlu diadakan pertemuan bersama untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan
menyamakan persepsi antara observer
(pengamat) dan observee (yang
diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker interpretasi di samping
teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan digunakan. Bila
kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing –
masing dapat dipenuhi sedangkan di pihak
lain kekakuan dalam mengobservasi dapat
di kurangi kondisi kerja seperti ini
dapat menghemat waktu ayng di gunakan dalam melaksanakan observasi di kelas
dalam mendiskusikan balikan dan dalam melakukan refleksi serta dalam menyusun
rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.
a)
Penetapan focus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu
yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK,
focus observasi dibatasi pada sasaran – sasaran tertentu yang diprioritaskan
dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang tengah di gelar dalam sesuatu
siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas, maka ada 3 catatan yang
perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK, yaitu (i) actor
tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan observasi, dengan resiko bahwa cakupan wilayah observasinya kemungkinan akan lebih
terbatas, dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan,
(ii) Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan
melengkapi amatan dari pelaksana tindakan perbaikan, bukan menggantikannya, dan
(iii) Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai
pengamat, bukan sebagai supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.
b)
Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam
pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang digunakan dalam menafsirkan
makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indicator dari berbagai gejala
yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak dari tindakan perbaikan yang
diimplementasikan. Kerangka piker tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif
seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa dalam
sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker tersebut dapat juga
lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan dengan sifat dan/atau
tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan analitik,
pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan
proses kognitif tingkat tinggi lainnya.
Namun yang lebih sering dibutuhkan
adalah kombinasi di antara keduanya. Yang tentu saja harus diramu secara
kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam
scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan dari hipotesis
tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya, sebagaimana
telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan kerangka
acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang telah
digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan
kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang
membingkai tindakan perbaikan.
Beberapa contoh kriteria observasi
dalam rangka PTK dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Peningkatan proses
pembelajaran, seperti :
(a)
Peningkatan frekuensi dan/atau
kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi
belajar – mengajar.
(b)
Peningkatan kerja sama antar
siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas pembelajaran
(c)
Peningkatan jumlah dan/atau
ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh siswa.
2
Peningkatan hasil belajar,
seperti :
(a)
Peningkatan perasaan puas para
siswa
(b)
Peningkatan perasaan ingin tabu
para siswa
(c)
Peningkatan jumlah, jenis
dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa
(d)
Peningkatan prestasi akademik
konvensional
(e)
Penurunan frekuensi terjadinya
miskonsepsi terhadap materi belajar
3
Peningkatan keterlibatan warga
sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti :
(a)
Keterlibatan sejawat guru –
guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan yang serupa
(b)
Dukungan pimpinan sekolah dan
para orang tua siswa
(c)
Pemanfaatan hasil PTK oleh
sejawat guru lain
c) Alat bantu observasi
Berbagai
alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai
dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat
direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur.
Selain itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat
mendokumentasikan peristiwa secara relative lengkap sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang paling terbuka adalah selembar kertas
kosong.
Penstrukturan
awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus observasi berupa pokok –
pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan checklist termasuk yang merekam data
secara mekanistik tanpa interpretasi secara format RAC (Flanders ’ Inter-Action Categories)
Alat
bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun
masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam
informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu
audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya
dari segi sudut pandang kamera.
c)
Ketarampilan Mengobservasi
Dari segi
keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan, secara begitu
saja terampil melakukan observasi. Ada
3 keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik,
yaitu :
(1)
Kemampuan “menunda” kesimpulan
:
Ketegasan dalam
penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu “kembali” kepada focus serta tata aturan
observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat yang efektif merekam baik
fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan perbaikan yang digelar
melalui PTK.
Pengamat apakah itu
guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus secara eksplisit
memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang dimaksud.
Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas
diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan dari sesuatu
bingkai piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang
hanya memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distortif (biased)
Alat bantu perekaman
elektronok lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif, anamun
agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi yang dilabel secra
jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus
secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative
sesuai dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes)
Alat bantu yang
lebuh sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif. Sehingga cocok
digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah jurnal
harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan
harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat efektif,
apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual, (b)
pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan
mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.
(2)
Keteampilan dalam hubungan
antar pribadi.
Khususnya apabila
melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan pendekatan hubungan antar
pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru menimbulkan komplikasi –
komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan adalah agar masing –
masing pihak, baik yang diamati maupun yang mengamati “bertemu” dalam arena
denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.
(3)
Kemampuan teknis
Untuk menungkatkan
produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak pengamat untuk menjadwal.
Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol, checklist dan format
– format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual sesuai
dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk
mengumpulkan informasi melalui pengamatan.
(4)
Pelaksanaan Observasi
Pada waktu observasi
dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan mengumpulkan data mengenai
segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut, baiak yang
terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa observer hanya
mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau mengganggu.
Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir observasi
dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer
sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang
diobservasi.
(5)
Diskusi Balikan
Sebagaiman telah
dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi yang tidak
menakutkan melainkan saling mendukung (mutually
supportive) serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama
observasi.penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan
yang terjadi dalam diskusi balikan. Target – target yang ditetapkan itu hanya
bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam kurun waktu yang telah
ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk pengembanagan berikutnya
juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana segala sesuatu yang
terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan itu
direfleksikan.
(6)
Perencanaan Tindak Lnjut
Sebagaimana telah
dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan, ditetapkan sasaran –
sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru perbaikan
tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk
siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai
secara cukup memuaskan, terbuka peluang untuk mengidentifikasi permasalahan –
permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK.
Dengan daur kegiatan PTK seperti ini,
maka akan terpiculah mekanisme perbaikan yang berkelanjutan.
2.
Wawancara
Salah satu cara
untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan pertanyaan – pertanyaan
kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb. Ada beberapa jenis pertanyaan lisan yaitu
wawancara.
Wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek
yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan
dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap
dapat digali dengan baik. Ada
dua jenis wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara
berstruktur, pertanyaan dan alternative jawaban yang diberikan kepada subyek
telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara.
Wawancara tidak berstruktur bersifat
informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek, atau
keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.
3.
Kuesioner
Kontak langsung
dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara memakan waktu yang lama,
tenaga, dan biayanya. Banyak informasi yang dapat dikumpulkan dengan
perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subyek yang diteliti.
Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan
kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi
pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur
pertanyaan tidak disertai dengan jawaban.
4.
Tes
Tes merupakan
alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat
rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk
mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun jenis
tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.
5.
Daftar inventori kepribadian
a. Daftar inventori adalah daftar
pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk
menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka
dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor
diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang
diukur.
b.
Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan alat
penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap
tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada
suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri
tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala
grafis dan skala kategori.
c.
Teknis Proyeksi
Teknik Proyeksi adalah ukuran yang
dilakaukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu
stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena
seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan,
kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan
tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang
struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes
Rorsharch yang menggunakan noda tinta.
6.
Skala
Skala adalah
seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah
laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur
sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa
jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala
Thurstone), summated scale (skal Guttmjan), dan semantic differential scale.
i.
Skala Likert, skala jenis ini
merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap.
Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan
sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak
setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan
untuk anak normal.
Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak
mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju(-2)
ii Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode
untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai
tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11
dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.
iii Skala Guttman
Teknik kumulatif timbul karena
memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan
bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai
berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk
mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud
menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut
asatu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu
menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan
satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan
pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta
setuju atau tidak setuju.
1)
Manfaat POMG sepadan dengan
waktu yang dihabiskan untuk organisasi
2)
POMG mempunyai pengaruh besar
guna meningkatkan peranan sekolah
3)
POMG adalah organisasi yang
paling penting di Indonesia
guna meningkatkan peranan sekolah
Contoh Tabel Skala Guttman
______________________________________________________________________
Setuju
dengan
Tidak setuju Dengan
Pernyataan
nomor
Pernyataan nomor
Skor 3 2
1 3 2 1
3 X X X 0 0 0
2 0 X X X 0 0
1 0 0 X X X 0
0 0 0 0 X X X
Apabila ini adalah
skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke
dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang
diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan –
pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden
mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang
dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang
dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam
meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya POMG adalah organisasai yang paling penting
di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.
Subyek dapat dirangking berdasarkan
tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk
pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya
diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan.
Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan
jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu,
sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk
skala berdimensi tunggal (Komulatif)
iv.
Semantic defferential scala
(skala perbedaan makna)
Pendekatan lain untuk mengukur sikap
terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini
dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada
pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna
denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif
suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna
konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah
kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang
untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood
menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya
ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.
Baik +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Buruk
Bersih +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kotor
Manis +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pahit
Kuat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lemam
Besar +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kecil
Berat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Ringan
Aktif +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pasif
Cepat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lambat
Panas +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Dingin
Dengan mengetahui
penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap
masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap
seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh
suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga
jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan
membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.
Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok
kata sifat yaitu,
Evaluatif; terdiri dari baik – buruk,
bersih – kotor
Potensi; terdiri kuat – lemah, besar –
kecil, dan
Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat
– lambat.
0 komentar:
Posting Komentar